Senin, 04 Agustus 2008

Kanker Tulang - Tak Perlu Amputasi, Bisa Direhabilitasi

Kanker Tulang - Tak Perlu Amputasi, Bisa Direhabilitasi



Benjolan pada seseorang tidak selalu berkonotasi jelek. Bagi wanita, “benjolan di bagian dada” boleh jadi bisa menambah seksi, tetapi jika benjolan itu terdapat pada bagian tubuh yang tak semestinya, tentu harus diwaspadai, jangan-jangan itu merupakan pertanda awal terjadinya kanker tulang. Benarkah kanker tulang kini bisa direhabilitasi, tak perlu amputasi?

KANKER tulang, menurut para ahli, belum diketahui penyebabnya. Itulah sebabnya mengapa penderita harus menjalani amputasi alias dipotong bagian tubuh yang terkena kanker itu.

Bersyukurlah kita sekarang ini, kemajuan teknologi di bidang kedokteran telah mampu memberi harapan-harapan baru bagi penderita kanker tulang. Istilah rehabilitasi, mungkin bisa lebih pas untuk mereka yang menjalani pengobatan kanker tulang saat ini, dimana dokter akan melakukan penggantian tulang yang rusak dengan tulang yang baru, dengan cara penyemenan. Cara terakhir ini praktis bukan tanpa kendala. Sulitnya memperoleh tulang pada orang yang sudah mati adalah salah satunya. Selain itu, istilah donor tulang pun mungkin belum terlalu populer di telinga banyak orang. Untuk mengetahui liku-liku kanker jenis yang satu ini, berikut petikan wawancara penulis dengan Dr Nicolaas Budhiparama, FICS, ahli Bedah Tulang di RS Kanker Dharmais, Jakarta;

Dapat Anda jelaskan perihal kanker tulang?
Sebelumnya perlu diketahui bahwa antara tumor dan kanker sama saja artinya. Ada tiga macam tumor tulang yaitu yang bersifat lunak, ganas dan yang memiliki lesi di tulang (berlubangnya struktur karena jaringan akibat cedera atau penyakit). Selain itu ada yang bersifat primer dan skunder. Pada tumor tulang skunder misalnya, seseorang terkena tumor payudara, kemudian menjalar ke tulang dan selanjutnya menggerogoti tulang tersebut. Kanker tulang ini merupakan kelompok tumor tulang yang ganas.

Tingkat bahayanya?
Kanker paling sulit ditangani. Sebagai perbandingan, pada kanker jenis lain, sebut saja kanker payudara yang memiliki banyak jenis, patologinya mudah diketahui, sehingga tidak sulit ditangani. Berbeda dengan kanker tulang yang jenisnya banyak pula, tetapi penangannannya berbeda-beda. Karena terlalu banyaknya, tak heran terjadi salah diagnosa, akibatnya praktis akan salah pula pengobatannya.

Bedanya dengan “osteoporotis”?
Jelas berbeda, osteoporotis penyakit yang ditandai dengan adanya kerapuhan di tulang, desebabkan kekurangan kalsium. Osteoporotis biasanya terjadi pada orang-orang lanjut usia, sedangkan kanker tulang penyebabnya hingga sekarang belum diketahui. Celakanya, bisa menyerang semua usia. Karena belum diketahui penyebabnya, maka sulit kita mencegah. Yang bisa dilakukan sekarang ini hanyalah mengobati, mengganti dan mengamputasi bagian yang terkena tumor yang tidak bisa diselamatkan.

Prevalensinya di Indonesia?
Belum diketahui secara pasti. Di negeri ini belum ada pusat data mengenai kanker tulang secara menyeluruh. Yang bisa saya katakan sekarang, ada rumah sakit yang baru mengumpulkan jumlah penderitanya, tetapi mereka berdiri sendiri-sendiri, sehingga jumlah keseluruhan di masyarakat tidak diketahui pasti. Memang ada rencana RS Kanker Dharmais dengan RS Cipto Mangunkusumo mendirikan pusat data ini. Kalau ini terwujud nanti pasti prevalansinya diketahui.

Dapat Anda jelaskan gejala awal penyakit ini?
Ini yang penting diketahui. Untuk gejala tumor tulang jinak, biasanya penderita tidak merasakan sakit sama sekali. Misalnya sedang bermain sepakbola terjatuh, kemudian setelah difoto rontgen ternyata terdapat tumor jinak. Sementara tumor ganas mulanya mulanya kecil disertai benjolan. Benjolan itu bisa besar, bisa juga kecil. Keadaan ini diikuti rasa sakit dan berwarna merah. Kalau benjolan tadi diurut, sumber tumor tadi akan pecah, akibatnya bisa menyebar ke bagian lain. Kebiasaan diurut lazim terjadi di masyarakat kita. Padahal ini sangat riskan, sebab bisa saja tumor tersebut menjadi tidak terlokalisir.

Kalau demikian, mengurut itu berbahaya bagi mereka yang keseleo atau yang habis terjatuh?
Penyakit timbul bukan karena terjatuhnya yang bersangkutan, melainkan sebelumnya penderita memang sudah memiliki tumor terlebih dahulu. Kalau dalam kondisi seperti ini dilakukan pengurutan bisa berakibat tumor tadi pecah dan menyebar. Dalam keadaan demikian sudah barang tentu harus ditanggulangi melalui mengganti tulang. Sementara yang rusak diamputasi. Saya tidak mengatakan dukun urut itu jelek, namun saya lebih menganjurkan si penderita difoto rontgen dahulu, hingga diketahui jelas, tumor atau bukan. Bagi yang tidak terdapat tumor dan percaya akan dukun silahkan saja diurut. Sedangkan bagi yang terdapat tumor, maka tindakan mengurut itu sangat berbahaya.

Tumor seperti itu senangnya di bagian apa?
Biasanya, bisa terdapat di dalam dan di luar tulang. Untuk diketahui, kanker tulang tidak ada kaitannya dengan makanan. Ada orang menduga akibat radioaktif yang terdapat di lingkungan masyarakat. Tetapi memang belum diketahui secara pasti apa penyebabnya.

Mereka yang berisiko tinggi?
Ini terjadi, tergantung dari jenis tumornya. Kalau jenisnya osteosarcoma misalnya, lebih banyak terjadi pada usia muda (belasan tahun). Sedangkan kelompok condrosarcoma terjadi pada usia di atas 50 tahun. Yang jelas bisa mengenai semua kelompok umur.

Pilihan lain selain amputasi?
Hampir setiap kanker tulang ganas dengan segala kondisi apapun, dahulu selalu dilakukan amputasi untuk menghindari kematian. Sekarang dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat dilakukan cara lain yang lebih “terhormat”. Si penderita yang terkena kanker sebelum diganti tulangnya terlebih dahulu dimatikan kankernya dengan pengobatan. Kalau masih bisa ditambal, ya disemen. Atau juga menggunakan metode teknik baru limb salvage, dimana tulang yang terkena tumor ganas disambung dengan bekas kaki pasien lain yang baru saja meninggal dunia. Sesuai dengan perkembangan, teknik terapi baru ini telah dikembangkan di hampir semua pusat penyembuhan kanker di seluruh dunia. Angka keberhasilannya meningkat 80%. Di Indonesia juga mulai diterapkan. Pasien terlebih dahulu menjalani kemoterapi, setelah itu baru tumor ganasnya diangkat. Bila tulang yang bersangkutan perlu diganti, maka diganti. Tentu saja kerjasama dalam pelaksanaan metode ini menuntut keterampilan tersendiri.

Namun cara itu membutuhkan biaya tinggi?
Biaya mahal tak begitu problem. Yang menjadi masalah adalah soal donor tulang. Seperti halnya dengan donor mata, hanya berapa persen pendonornya berasal dari dalam negeri. Sedangkan sebagian besar pendonor datang dari Srilanka. Begitu juga dengan pendonor tulang. Berbeda dengan di luar negeri. Di negeri Belanda misalnya, banyak orang yang mendonorkan tulangnya. Mayatnya dibedah, diambil tulangnya dan diganti dengan kayu. Oleh sebab itu di Belanda, soal pengadaan tulang tak menjdi masalah.

Sumber: blogsearch.google.com

Tidak ada komentar: